“Eek Goreng” Kopi Luwak
Oleh Ir. Umar Abdullah
"Kopi Luwak" yang baru
keluar dari dubur Luwak
Dulu pernah ada tebak-tebakan di
sebuah acara radio di Magelang.
Penyiar A: “Hayo, kenapa Bebek
Goreng itu kok enak?”
Penyiar B: “Sebab dagingnya empuk.
Kulitnya gurih!”
Penyiar A: “Bener, ning kurang pas.”
Penyiar B: “Lha terus apa?”
Penyiar A: “Bebek Goreng itu enak sebab
ada ‘b’nya.”
Penyiar B: “Lha kok?”
Penyiar A: “Coba kalau nggak ada
‘b’nya, jadinya Eek Goreng, ya tho. Enak ora?”
Penyiar B: “Gundulmu!”
Itu dulu. Sekarang Eek Goreng banyak
yang nyari. Harganya mungkin tambah mahal sejak difatwa halal oleh MUI! Eek goreng
yang mana? Itu lho, biji kopi luwak yang ada di eeknya luwak. Setelah
dibersihkan, dijemur, digoreng (sangrai), ditumbuk, dipisahkan kulitnya,
diseduh dengan air panas, terus diminum. Uenak tenan! Kata yang pernah nyicipin
eek goreng model ini.
Sebenarnya saya ogah komentar soal
eek goreng model ini. Dikomentari atau tidak, toh yang menikmati eek goreng ini
hanya segelintir orang yang duitnya tebel. Tapi, karena khawatir fatwa ini
menjadi preseden peng-halal-an eek-eek yang lain, maka mau tidak mau saya kudu
komentar membantah kekeliruan-kekeliruan yang berujung pada kesimpulan kopi
luwak itu jadi halal.
Pengibaratan mutanajis yang salah
Komisi Fatwa MUI berusaha membuat
opini bahwa biji kopi yang dimakan luwak tidak terpengaruh apapun dalam
perjalanannya dari mulut, pencernaan hingga keluar dari dubur luwak. Kekerasan
kulit biji kopi diibaratkan dengan kekerasan cincin emas atau berlian. Lalu
dimunculkan pertanyaan yang pasti sudah diketahui masyarakat jawabannya. ”Jika
cincin emas tertelan oleh manusia, lalu keluar melalui dubur. Apakah cincin
emas itu jadi najis atau mutanajis (hanya terkena najis)?” Tentu orang awam pun
akan menjawab cincin itu mutanajis. Masalahnya adalah pengibaratan yang dipakai
itu salah.
Pertama, cincin emas, berlian adalah
benda-benda dengan kekerasan sangat tinggi yang tidak terpengaruh sedikitpun
oleh proses pencernaan manusia. Masuk emas keluar emas. Hanya dengan panas yang
sangat tinggi emas apalagi berlian bisa terpengaruh dan leleh. Suhu tubuh
manusia tidak akan mempengaruhi emas dan berlian. Sehingga ketika masuk
pencernaan dan terkena kotoran manusia, emas dan berlian terkategori mutanajis.
Kedua, cincin emas dan berlian
bukanlah benda-benda yang menjadi makanan luwak. Silakan taruh cincin emas atau
berlian di depan luwak. Apakah ia akan memakannya? Tapi coba taruh anak ayam di
depan luwak. Langsung dia santap! Nah, tulang-tulang ayam yang keluar dari
dubur luwak (jika ada) bisa dijadikan pengibaratan dengan biji kopi yang tidak
tercerna. Menurut anda, tulang ayam itu najis atau mutanajis?
Rasa dan aroma kopi Luwak berubah
Saya tidak pernah mencicipi kopi
luwak. Tapi menurut orang-orang yang pernah mencicipinya, rasa kopi luwak uenak
tenan! Rasanya beda dengan kopi biasa. Aromanya juga lebih harum. Apakah karena
kopinya hanya dari kopi yang masak yang kulit buahnya berwarna merah? Tentu
tidak. Kopi luwak jadi beda rasanya karena mengalami proses fermentasi dalam
perut luwak. Walaupun tidak tercerna dan melewati perut luwak hanya sebentar,
biji kopi sebelum masuk ke mulut dan pencernaan luwak berbeda rasanya dengan
biji kopi yang keluar dari dubur luwak. Biji kopi yang keluar dari dubur luwak
ini aromanya lebih harum (seperti harum daun pandan), rasanya lebih pahit dan
lebih asam. Begitu kata yang pernah nyicipin kopi luwak. Kira-kira Komisi Fatwa
MUI ikut nyicipi kopi luwak nggak ya? Nah, menurut anda, jika rasa dan aroma
biji kopi telah berubah, apakah hanya mutanajis atau sudah najis? Tentu saja
sudah menjadi feces alias eek alias tahi yang terkategori najis.
Biji yang tumbuh dari eek binatang
Opini lain yang dikembangkan oleh
Komisi Fatwa MUI adalah ”jika biji yang keluar dari perut binatang itu bisa
tumbuh, maka biji itu tidak najis”. Wow!
Opini ini tentu akan jadi bahan
tertawaan orang-orang pertanian. Bocah angon (anak gembala) sekalipun akan geli
mendengarnya. Kenapa? Karena banyak sekali biji-biji tumbuhan yang dimakan oleh
burung atau mamalia, kemudian dikeluarkan melalui dubur binatang-binatang itu,
justru lebih mudah tumbuh. Kenapa lebih mudah tumbuh? Karena pencernaan
binatang-binatang itu memang diciptakan Allah sang Maha Pencipta untuk memecah
dormansi biji-biji sehingga menjadi benih-benih yang siap tumbuh ketika keluar
dari dubur binatang. Itulah sebabnya burung-burung dan mamalia (termasuk luwak)
banyak menjadi penyebar alami bagi tumbuhan. Sekali-kali jika anda jalan-jalan
ke desa dan bertemu dengan eek sapi (dalam bahasa Jawa disebut tlethong),
cobalah perhatikan, dalam lima hari adakah di antara eek-eek itu tumbuh biji
rerumputan? Sayangnya biji-biji di tlethong itu harganya murah. Coba kalau
sangat mahal, mungkin akan difatwa halal (oleh kapitalis dan antek-anteknya).
Luwak alias musang
Di masyarakat Surabaya luwak alias
musang ini memiliki image yang kurang baik. Kalau ada orang yang meledek
temennya, dia memakai ungkapan: “Ooo… raimu kaya luwak!” (wajahmu seperti
musang). Secara umum di masyarakat Indonesia pun, luwak atau musang sering
dianggap sebagai hewan pencuri. Kalau ada ayam hilang, biasanya hewan yang
lincah dan aktif di malam hari ini langsung jadi tertuduh. Sebutan “musang
berbulu domba” dipakai untuk penjahat yang pura-pura baik pada kita.
Kehalalan mamalia liar pemakan aneka
buah dan hewan kecil ini diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian
menghukuminya halal berdasar hadits: Dari Ibnu Abi Ammar berkata: ”Aku
pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan?”
Jawabnya: ”Ya”. Lalu aku bertanya: ”Apakah boleh dimakan?” Beliau menjawab:
”Ya”. Aku bertanya lagi: ”Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah saw?”
Jawabnya: ”Ya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan an-Nasa’i). Sebagian
lagi menghukuminya haram dikonsumsi berdasarkan hadits: Dari Abu Hurairah dari
Nabi saw bersabda: ”Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram
dimakan.” (HR. Muslim dan Tirmidzi). Wallaahu a’lamu.
Haram menjual kopi Luwak
Asy-Syaikh Dr. Abdurrahman
al-Baghdadi, seorang mujtahid yang tinggal di Indonesia, menegaskan bahwa
biji kopi yang keluar dari dubur luwak adalah najis sebagaimana najisnya
biji-biji yang tidak tercerna yang keluar dari dubur manusia.
Sekedar mengingatkan, bahwa kotoran
binatang alias eek hewan adalah najis sebagaimana kotoran manusia.
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Nabi
saw pergi ke tempat buang air besar, lalu beliau memerintahkanku agar membawa
tiga buah batu. Aku temukan dua buah batu, dan aku mencari yang ketiga, tetapi
aku tidak menemukannya. Kemudian aku mengambil tahi kering, lalu aku berikan
kepada beliau. Beliau mengambil dua buah batu dan membuang tahi tersebut, dan
beliau bersabda: ”Sesungguhnya ini adalah najis.” (HR. Ahmad, Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’i)
Dari pemahaman saya terhadap biji
kopi, proses fermentasi dalam pencernaan luwak, adanya lendir harum di sekitar
dubur luwak, perubahan rasa dan aroma biji kopi yang keluar dari dubur luwak,
maka saya menyimpulkan bahwa kopi luwak termasuk kotoran luwak, sehingga
terkategori najis dan bukan mutanajis. Oleh karena itu haram juga
penjualannya.
Rasulullah saw bersabda: “Dan
sesungguhnya Allah apabila mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka
haram pula bagi mereka hasil penjualannya.” (HR Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Jadi juallah kopi yang tidak keluar
dari binatang. Insya Allah tetap enak, barakah, dan pasti halal. Halal kopinya,
halal duitnya.
Biarlah untuk makanan jin
Tak ada yang sia-sia apa yang
diciptakan Allah. Kotoran Luwak, termasuk di dalamnya biji-biji kopi luwak,
akan menjadi makanan bagi makhluq Allah yang lain, yaitu Jin.
Dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah
membawakan bejana Nabi saw untuk wudhu` dan bersuci. Tetapi tiba-tiba waktu ia
mengikuti Nabi saw tersebut, Nabi saw bertanya: ”Siapa ini?” Abu Hurairah
menjawab: ”Aku Abu Hurairah.” Lalu Nabi saw bersabda: ”Carikan aku batu-batu
untuk aku pakai bercebok, tetapi jangan engkau membawakan tulang dan kotoran
untukku.” Lalu aku memberikan kepada Nabi saw batu-batu yang aku membawanya
dengan ujung bajuku, sehigga kuletakkan di samping beliau. Kemudian kutinggal
pergi. Ketika beliau selesai (buang air) aku datang kepada beliau. Kemudian aku
bertanya: ”Mengapa tulang dan kotoran itu tidak boleh?” Nabi saw menjawab:
”Keduanya adalah makanan jin. Dan sungguh utusan jin datang kepadaku yang
berpangkat – mereka itu adalah sebaik-baik jin – lalu mereka minta bekal
kepadaku, kemudian aku memohon kepada Allah untuk mereka kiranya mereka tidak
melewati tulang-tulang dan kotoran melainkan mesti mereka mendapatkan makanan
pada kedua benda tersebut.” (HR
Bukhari)
Penutup
Kekeliruan Komisi Fatwa MUI terletak
pada pemahamannya tentang objek hukum, dalam hal ini biji kopi yang keluar dari
dubur luwak, yang berujung pada kekeliruan menghukumi objek tersebut. Semoga
tulisan ini ikut membuka cakrawala pengetahuan kita tentang biji-bijian yang
tidak tercerna oleh binatang tapi mengalami perubahan, baik rasa, aroma, maupun
pecahnya dormansi pembenihannya.
Dari media massa saya peroleh
berita, fatwa halal-tidaknya kopi luwak ini diminta oleh sebuah perusahaan
perkebunan di Jawa Timur dan Jawa Barat. Mudah-mudahan Komisi Fatwa MUI atau
anggota-anggotanya tidak menerima uang sepeser pun dari siapa saja yang
mendapat keuntungan dengan dihalalkannya kopi luwak ini.
Mudah-mudahan masih ada ulama yang
jujur, berhati-hati dalam berfatwa, dan tidak menipu masyarakat dengan
argumentasi-argumentasi yang dibuat-buat. Semoga Allah SWT menampakkan kepada
kita mana yang benar dan mana keliru, karena hanya Dialah yang tahu hakekat
segala sesuatu. Amin.
SUMBER:
- Nailul Authar Jilid 1 (Terj). Asy-Syaukani. PT. Bina
Ilmu. Surabaya. 1978
- Fiqih Sunnah Jilid 1 (Terj). Sayyid Sabiq. Penerbit PT
Al-Ma’arif. Bandung. 1997
- Fiqh Islam. H. Sulaiman Rasyid. Penerbit Sinar Baru.
Bandung. 1988
- Extreme Kuliner; Fiqh Seputar Makanan dan Minuman,
Fauzan al-Banjari. Raudhah Pustaka. Yogyakarta. 2008
- Hukum-hukum Seputar Shalat (Terj. Ahkam ash-Shalah).
Al-Ustadz Ali Raghib. CV. Al-Azhar Wacana Mulia. 2006.
- Wawancara dengan Asy-Syaikh Dr. Abdurrahman al-Baghdadi
- Situs-situs Kopi Luwak (mohon maaf saya tidak mau
menyebutkannya, khawatir termasuk mempromosikan kopi luwak. Cari saja
sendiri ya. Banyak kok di internet.)